“Intelijen Dari Masa
ke Masa”
Istilah intelijen akan senantiasa ditafsirkan dengan kegiatan
mata-mata (spionase). Ada pula yang kemudian menghubungkan dengan nama-nama
institusi spionase seperti KGB, Mossad, MI6, ataupun CIA. Peran intelijen di masa lalu belumlah menjadi
suatu aktivitas yang terorganisir dan bersinergi ke dalam strategi. Barulah
sejak Perang Dunia I mulai dipikirkan untuk mengorganisasikan peran intelijen
ke dalam strategi penaklukan. Mungkin pernah mendengar dengan kisah spionase
paling terkenal yang dilakoni oleh wanita berjulukan “Mata Hari”. Nama Mata
Hari dikenal luas dalam dunia spionase yang sekaligus menjadi salah satu
landasan pembelajaran dimulainya pengetahuan intelijen. Organisasi intelijen di
masa Perang Dunia II dikemas ke dalam satuan militer yang sering disebut
Gestapo. Peran Gestapo sendiri sebenarnya bersifat kegiatan internal atau
aktivitas spionase dan kontra spionase yang berhubungan dengan kekuasaan. Sekuat apapun kekuatan angkatan bersenjata, tetapi
tanpa didukung oleh operasi intelijen akan berbalik menjadi kekalahan besar
atau mungkin kemenangan yang sangat mahal. Seiring berkembangnya zaman, manusia
dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk dalam menggali informasi, tidak lagi di
dasarkan semata-mata pada naluri manusia atau tanda-tanda alam.
Disini
saya akan memaparkan hal penting, yakni sejarah badan intelijen Indonesia
yang mengalami proses perubahan dari masa kemasa. Intelijen Indonesia awal
mulanya dengan Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI) sejarah berdirinya BRANI,
yang didirikan Zulkifli Lubis pada 7 Mei 1946, dan menjadi cikal bakal
badan intelijen Indonesia usia BRANI tidak berumur. BRANI sempat berganti nama
menjadi Biro Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP), tepatnya 5 Desember
1958, rezim Soekarno membentuk organisasi intelijen baru bernama Badan
Koordinasi Intelijen (BKI). Nama BKI kemudian berganti menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI)
pada 10 November 1959.
Badan
intelijen Indonesia mengalami pasang surut seiring dengan perubahan rezim,
Pada 22 Agustus 1966, Soeharto membentuk suatu badan intelijen strategis
yang disebut Komando
Intelijen Negara (KIN). Nama KIN berganti menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) pada 22 Mei 1967. Badan tersebut dipimpin Mayor Jenderal Soedirgo
Intelijen Negara (KIN). Nama KIN berganti menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) pada 22 Mei 1967. Badan tersebut dipimpin Mayor Jenderal Soedirgo
Tumbangnya
Soeharto membuat Presiden baru, BJ Habibie, memercayakan Bakin dipimpin
oleh ZA Maulani. Maulani juga tidak bertahan lama karena setelah
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) naik menjadi presiden pada 1999, pria asal
Kalimantan Selatan itu diganti Arie Kumaat. Di masa Arie Kumaat inilah
Bakin berganti nama menjadi Badan Intelijen Negara (BIN). BIN harus menghadapi
tugas-tugas berat dalam membongkar jaringan terorisme di Indonesia, yang
melakukan berbagai aksi peledakan.
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, intelijen berkaitan
dengan orang yang bertugas mencari keterangan atau mengamati seseorang,
sedangkan inteligen menunjukkan atau
mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi, berfikir tajam, cerdas dan berakal “Perbedaan ancaman intelijen masa kini dan
masa lalu Intelijen
masa kini dengan prestasi intelijen masa lalu, tentu tidak bisa dibandingkan,
karena situasi dan tantangan yang dihahapi berbeda. Perubahan lingkungan
strategis saat ini dibanding dengan masa lalu juga berbeda. Pada masa lalu,
interaksi negara-negara di dunia ditandai rivalitas antara blok Barat dan blok
Timur. Blok Barat yang anti komunis dipimpin Amerika Serikat. Sedangkan blok
Timur yang berhaluan komunis” Setelah Uni Soviet dan
negara-negara Eropa Timur runtuh, komunis bukan lagi dirasakan sebagai musuh
utama, dan saat ini teroris menjadi musuh terbesarnya. Bagi RI, kejahatan
luar biasa yang harus dihadapi adalah korupsi dan teroris,. Sejarah membuktikan
sesuai perkembangan dan dinamika situasi, telah terjadi perubahan paradigma,
sehingga spektrum ancaman juga berubah. Apalagi dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, ternyata bentuk ancaman dimasa mendatang juga
berubah. Ancaman dan perang yang semula bersifat fisik militer, bergeser pada
bentuk-bentuk ancaman dan perang bersifat non fisik, multi-dimensi mencakup
banyak bidang, termasuk perang masa depan di dunia maya/cyber war. Oleh karena
itu, intelijen Indonesia juga perlu menyesuaikan dengan bentuk dan sifat
ancaman - perang baru tersebut.
REVERENSI:
Dr. A.C. Manullang.
2001 Meguak Tabu Intelijen. Penerbit --Jakarta: Panta Rhei a1, 2001
Komentar
Posting Komentar